Suatu pagi, bapak muda keluar
rumah menuju ke kebun miliknya. Terlihat banyak tetangga kanan kiri yang ia lewati menjemur cengkeh hasil
panen. Dirinya tak sesibuk seperti yang lain, meski memiiki cengkeh yang harus segera
dijemur. Entah dilangkah yang keberapa ia ditegur salah satu tetangga kenapa
tak ikut menjemur hasil panen. Ia hanya menjawab, tak usah jemur hari ini,
sebentar lagi turun hujan.
Benar juga apa yang dikata bapak
muda tersebut. Siang hari turun hujan. Tak ayal para tetangga tadi harus pontang
panting mengemas cengkeh yang dijemur. Tak hanya satu kali, apa yang dikatakan
dia terkait musim sering menjadi kenyataan. Sehingga para tetangga menyebutnya
sebagai pawang hujan yang hebat di kampungnya.
Musim sedang tak menentu. Pagi
hari muncul sang mentari bersinar, akan tetapi menjelang siang awan hitam sudah
menghampiri. Anomali cuaca seperti ini membingungkan masyarakat Desa
Mambapuang, Anggareja, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Sebagian besar
masyarakat yang hidup di dataran tinggi tersebut menggantungkan pada hasil
bumi.
Di saat panen cengkeh, hasil
petikan cengkeh harus segera dijemur. Agar cengkeh benar kering sehingga jika
disimpan tak akan kena jamur. Butuh waktu 4 hari jika matahari terik. Maka
selesai panen, para petani segera melakukan penjemuran agar menghasilkan cengkeh
berkualitas baik.
Laherong Ila, begitu nama lengkap
bapak muda di atas tadi. Dia menceritakan kisahnya yang pernah disebut sebagai
pawang hujan di kampungnya. Sambil tersenyum Laherong mengisahkan bahwa dirinya
bukan pawang hujan. Tetangga dan teman-teman saja yang memanggil demikian. Karena
ia dianggap pintar memperkirakan cuaca. Ia membuka rahasia mengapa bisa
memperkirakan cuaca. Bahwa sebelumnya Laherong membuka internet terkait
prakiraan cuaca dari BMKG.
Laherong memanfaatkan layanan intener Perpusdes Mambapuang |
Laherong merupakan petani cengkeh,
pernah menjadi TKI. Pertanian cengkeh yang ia garap kurang subur. Hanya bisa menghasilkan
sekitar 500 liter sekali panen. Ia tertarik adanya pelatihan komputer dan
internet di perpustakaan desa dimana ia tinggal. Dari situlah informasi apa
saja yang ia inginkan, ia datang ke perpustakaan untuk memanfaatkan layanan
internet gratis. Salah satunya mencari informasi cuaca untuk membantu dirinya
menjemur cengkeh hasil panen.
Setelah mengenal perpustakaan, ia
sering ke gedung yang disebut jendela dunia tersebut. Mencari informasi di buku
dan internet terkait pertanian cengkeh. Informasi yang didapat kemudian
diterapkan di tanah pertaniannya. Hasil yang didapat diluar dugaan Laherong.
Sekali panen bisa mencapai 4000 liter.
Tak hnya itu, Laheron juga mencari informasi tentang komoditi tanama
yang ditanam oleh para petani di seputar Sulawesi dan NTB. Dia melakukan hal
tersebut untuk memperkirakan harga pasar. Ia melihat NTB memiliki geogografis
yang sama dengan Sulawesi dimana ia tinggal. Sehingga tanaman yang ditanam
petani di dua lokasi tersebut satu jenis dan ditanam serempak. Hal itu menurutnya
bisa menyebabkan harga barang turun di pasar.
Laherong mencari nformasi
pertanian di NTB yang sedang ditanam apa. Ketika di Bima atau NTB banyak yang
menanam tembakau, ia memilih tanam bawang merah. Strategi tersebut dimanfaatkan
dirinya dan tetangga yang mengikutu lagkahnya. Dengan demikian harga komoditi
yang ditnama harganya bisa stabil bahkan bisa naik di pasar. Sampai sekarang ia
masih tetap menerapkan perkiraan pertanian tersebut. (***)
No comments:
Post a Comment